Minggu, 29 Desember 2013

Terimakasih Kompasiana, Ini Kado Akhir Tahun Terindah!


Assalamualaikum sahabat Nji ^_^
Semoga Allah selalu memberikan kita semangat untuk menebar kebaikan melalui tulisan. Alhamdulillah, sehari menjelang bergantinya tahun ada begitu banyak kejutan yang mendatangi kita semua, termasuk saya.

Di sini, saya ingin banyak berterimakasih kepada kompasiana yang menjadi salah satu media untuk membantu saya dalam mengembangkan hobi menulis. Begitu pun untuk kompasianer yang tak mampu saya sebutkan satu per satu di sini, yang telah begitu banyak memberikan semangat, kritikan, nasehat dan apresiasi yang juga mempengaruhi kedewasaan saya dalam menulis.

Pagi ini, saya membuka facebook dengan tujuan melihat apakah ada notifikasi yang penting untuk saya lihat. Setelah login, saya melihat beberapa permintaan pertemanan yang cukup banyak, tidak seperti biasanya. Saya merasa ada sesuatu yang membuat mereka menambahkan saya sebagai teman. Lalu, saya klik notifikasi. Di sana ada beberapa orang yang sedang berkomentar ria di salah satu grup SASTRA MINGGU, grup yang memuat tulisan-tulisan di Koran per minggunya.

Dalam hati saya, rasanya saya tidak ada mengirim tulisan beberapa pekan ini. Lalu mengapa nama saya di-tag? Karena penasaran, akhirnya saya mengunjungi grup tersebut. Di awal kalimatnya tertulis, “Nama-nama (Penyair) yang Termushaf dalam "Ayat-ayat Selat Sakat"...” ini membuat kening saya berkerut dan merasa heran. Saya telusuri nama itu satu-satu. Tak lama setelah itu, Ha? Ada nama saya!Kok bisa ya?

Sabtu, 28 Desember 2013

Puisi; Bersembunyi dalam Doa

*
Satu detik yang berlalu
Mimpi kita bertamu
Dan apa yang kualami
Juga sedang engkau alami

Hujan, kita saling mengabarkan
Entah karena alasan apa
Kita tak pernah henti melewatkan
Dan rintiknya memenuhi ruang-ruang jiwa

Terkadang, tanpa sengaja
Mata kita berlayar pada gerimis di luar jendela

Sabtu, 21 Desember 2013

Puisi; Dan Wajah Itu Kausebut Jendela

1387620910816698238
Ilustrasi: petikanbulan.wordpress.com
*
Dan wajah itu kausebut jendela
Yang setiap orang mampu melihatnya
Apakah jendela itu memberimu senyum
Ataukah padanya engkau sering melaur anum

Hatimu terlihat pada jendela itu
Seluk selumu
Juga kinasih
Melaluinya siapa pun bisa memilih

Memilih, katamu?
Ya, bahkan bisa memilih teman hidupmu

Senin, 16 Desember 2013

Puisi; Lantas Engkau Berdoa; Allah Dekap Aku

1387261728460948273
Jepretan @Yogzan

Ada kesunyian di antara langkah kakimu
Seperti tetes embun yang ragu untuk jatuh
Ke tanah yang lembap harusnya ia menuju
Namun, ia enggan meninggalkan tangan-tangan bunga itu

Lihatlah, tangan-tangan bunga menengadah
Mengambang di udara
Seperti engkau
Yang lantas berdoa; Allah dekap aku

Tubuhmu melengkung pilu

Sulitnya "Mengasuh" 80 Mahasiswa

138718866051409920
*
Saya pernah cerita tentang Komting Mahasiswa Juga Manusia. Hari ini adalah senin yang sama, mata kuliah yang sama (Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah) dengan waktu yang berbeda. Hari ini saya menjalankan amanah itu kembali –alhamdulillah ini amanah di hari terakhir sebagai komting-.
Sejak dua minggu yang lalu saya sudah berpikir-pikir dan percaya bahwa Pak Dosen yang bersangkutan di hari UAS pasti sibuk. Ya, benar sekali perkiraan saya. Di jam UAS, Pak Dosen ternyata rapat bersama Pak/Bu Dosen Ilmu Pemerintahan di Labor Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Riau.
Sebelumnya, Pukul 08.00 pra-UAS Etika Pemerintahan. Alhamdulillah selesai pukul 09.10. Seorang teman mengatakan, “Bisa tolong hubungi bapak? Kita minta kertas ujian sekarang. Menulis ulang makalah yang sudah diketik memerlukan waktu yang lama,” setelah itu saya pun bergegas ke Dekanat, tepatnya Biro IP. Saya menanyakan adakah Pak Dosen, saya pun diberi tahu Pak Dosen sedang berada di ruang Kajur IP (Ketua Jurusan).

Minggu, 15 Desember 2013

Puisi; Ai, Hendak ke Mana Langkah Kita?

; Puisi untuk Shariyani
Ai, engkau mengulur tangan ke udara
Seperti ingin meraba semesta
Tidak, engkau berdoa, menangis
Hatimu teriris?

Adakah rindu yang menyesak pada hatimu?
Yang aku tak pernah tahu
Mungkin aku tak mampu berbagi luka
Karena luka di tubuhku pun tak dapat kuseka

Aku ingat, Ai
Ajakanmu yang membingkai

Sabtu, 14 Desember 2013

Puisi; Peta-Peta Air Mata




Demikian
Haruskah kusebut ini penyesalan?
Tentang masa-masa yang terlanjur hitam
Tentang seruan yang mestinya tertancap dalam-dalam

Di sejuk seruan-Nya
Kucoba telusur ilham
Terbata aku membaca
Peta hidup, jazam…

Kasa-kasa putih
Adakah pada seluk selumu hatiku

Senin, 09 Desember 2013

Puisi; Adinda, Belahan Jiwa Takkan Tertukar

: Puisi untuk Mayang Sri


Kincir-kincir menanti ditiup angin untuk berputar
Burung-burung menanti lalang kering untuk dirumahkan
Penantian Adinda, belahan jiwa itu takkan tertukar
Ia berharap pada waktunya nanti dipertemukan

Ah, awan saja menanti dirinya menghitam untuk dapat menurunkan hujan
Bagaimana dengan kita?
Apakah kita sudah menempah diri menjadi shalihah?
Agar kita kelak menjadi pendamping dambaan

Kamis, 05 Desember 2013

Puisi; Ketukan Rindu

Ilustrasi: buletinilalang.wordpress.com

Oktober, pintu itu kuketuk
Tak ada jawaban
Perasaanku amuk
Kemungkinan lain sedang kupikirkan

September, aku kembali
Pada tubuh yang tetap sunyi
Pintu itu kuketuk sekian kali
Namun masih tetap dirampai sepi

Pada November dan hujan yang sama
Kutemui pintu itu lagi bersama hampanya jiwa
Akan ada yang keluar dari pintu itu, pasti
Tapi?

Hatiku
; mengapa sekeras batu

Selasa, 03 Desember 2013

Menjadi Salah Satu Nominator Fiksianer Terbaik 2013, Alhamdulillah!

Wah, sudah lama Nji tidak post nih. Hehehe. Nji belum memberi kabar khusus untuk blog Nji ini kalau....
Sehari sebelum milad Nji yang ke 20 kemarin Nji dapat banyak hadiah. Di antaranya, puisi Nji dimuat di Indopos tanggal 16 November 2013. Selain itu, ternyata Nji menjadi salah satu nominator Fiksianer terbaik 2013. Meski tidak terpilih, masuk sebagai nominator saja sudah bersyukur sekali! 

Coba bayangkan ada berapa ribu penulis fiksi di Kompasiana.com? Dan Nji adalah satu dari sepuluh nominator itu! Saat itu, kompasiana mengadakan acara kompasianival yang membuat perhelatan akbar dengan beberapa event menjelang miladnya. Jadi, di kompasianival ada tiga kategori, yaitu Reporter Warga Terbaik 2013, Kolumnis Terbaik 2013, dan Fiksianer Terbaik 2013.

Kamis, 24 Oktober 2013

Curahan Hati Seorang Ibu


Dalam derasnya hujan ibu mendekapmu. Menenangkanmu saat kilat menyambar dan petir menggelegar. Ibu biarkan engkau terlelap dalam dekap. Lalu ibu pindahkan engkau perlahan ke tempat tidur, memastikan selimutmu nyaman dan tidak akan membiarkanmu bermimpi buruk.

Ibu perhatikan engkau, Nak. Ibu lihat kakimu yang biasa tertatih telah memanjang. Tanganmu yang biasanya hanya bisa memukul-mukulkan sendok plastik ketika makan sudah kuat menggenggam. Engkau sudah bisa melompat walau sesekali. Engkau sudah bisa melempar bola walau belum jauh sekali.

Setelah pagi menjelang, ibu membawamu ke halaman.

Gadis dalam Gerobak


*

Ridan adalah sebuah desa yang terletak di sebuah bukit yang jauh sekali dari keramaian kota. Mata pencaharian penduduk di desa itu pada umumnya adalah berkebun. Pagi-pagi sekali bapak-bapak di desa itu sudah meninggalkan rumahnya untuk berkebun, termasuk Bapak Haira. Bapak Haira bekerja di kebun Ubi Madu milik Pak Rusdin. Tapi, itu dulu saat Bapak Haira masih hidup.

Haira adalah gadis kecil dua tahun yang menggemaskan. Rambutnya keriwil dan matanya bulat, begitu juga hidungnya. Setelah selesai membereskan rumah, Ibu Haira menanti Bu Dutmini dengan kereta kudanya—seseorang yang biasa mengantarkan cuciannya ke rumah Ibu Haira. Biasanya cucian itu akan diantar ke rumah Bu Dutmini satu kali seminggu setelah pakaian bersih menumpuk. Ibu Haira mengantarkannya dengan gerobak karena rumah Bu Dutmini cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Di dalam gerobak

Bedak yang Tertumpah



Pagi itu, Uci bermain di kamar dengan bonekanya. Uci adalah gadis kecil berusia empat tahun. Uci mendudukkan boneka pandanya di kursi dan ia duduk di lantai. Uci memegang kuali mainan dan meletakkan kuali itu di atas kompor mainan. Ia mengambil manik-manik gelang yang sudah putus saat kemarin gelangnya tersangkut di pagar rumah. Manik-manik itu ia masukkan ke dalam kuali mainan, lalu menaburkan bedak dan mengaduk-aduknya.

“Uci sayang, papa pergi kerja dulu ya… Belajar yang rajin di rumah ya sama mama. Nanti, papa belikan buku gambar,” Uci menyalami papanya, lalu ia berdiri dan mengantarkan papanya sampai pagar rumah bersama mamanya.

“Siap, papa. Usyi bisa jadi anak pintay,” ucapnya sambil tersenyum.

Jumat, 27 September 2013

Akhirnya Buku Tunggal Saya Terbit!

Assalamualaikum wr wb


Dulu belum terbayang punya buku tunggal sendiri, apalagi buku puisi. Setelah dapat motivasi dari tulisan seorang guru, Kang Insan, berjudul Satu Lagi Pensyair Berkualitas Dari Kompasiana, saya semakin bersemangat untuk mengumpulkan puisi-puisi saya yang bertebaran di mana-mana bahkan pernah diplagiat serta modifikasi oleh sang plagiator. Saya pun bertekad, sebelum berusia 20 tahun harus ada satu buku tunggal yang saya terbitkan!

Alhamdulillah... setelah sekian lama mencari 'jodoh' untuk buku puisi "Raudah-Raudah Sajadah", akhirnya saya menemukan  Alif Gemilang Pressindo. Alhamdulillah, mimpi saya terwujud!

Rabu, 18 September 2013

September Tanpa Memori



September tak lagi indah bagiku. Ingatan memudar, hatiku membelukar. Semua hilang termasuk wujudku. Lenyap, termasuk jarakku dan engkau. Engkau. Ya, engkau yang membuatku menjadi seperti sekarang; merangkak tiada tujuan, meraba tiada pegangan.

Wajahku kian pasi dengan warna bibir tak berdarah. Jasadku terguncang di antara sobekan kecil kertas putih yang berubah abu: ternodai rintik hitam dosa-dosa. Kakiku, tanganku, sendi-sendiku pun terasa kaku tak berdaya. Aku mematung di antara dua dinding atas-bawah, dua dinding di kiri-kanan yang gulita.

Rabu, 11 September 2013

Janji Ibu dalam September



  “Nak, kau tahu? Mata ayah, dan mata ibu sama—mirip sekali. Tapi, matamu berbeda dengan kami. Alis matamu seperti ayah. Bibirmu seperti ibu. Hidungmu seperti ayah. Senyummu seperti ibu. Rambutmu juga seperti ibu, begitu pun lesung pipimu. Di dalam dirimu, lebih banyak ibu. Jika ibu tidak ada, kau bisa melihat dirimu di cermin dan pandanglah wajahmu. Ibu juga ada di sana

***

Wajah yang manis itu meneteskan rintik hangat di pipinya. Matanya memerah, kesedihannya meruah. Masih tampak kepulan asap yang menyelimuti puing rumahnya. Anak perempuan itu menatap kosong pada tanah yang kian arang. Tak lagi tampak atap rumah yang dulu selalu membuatnya tersenyum sepulang dari sekolah. Tak ada lagi sosok yang menatapnya dengan senyum yang teduh ketika melihatnya makan dengan lahap.

Senin, 09 September 2013

Di Sepanjang Bukit Cadika


*
Aku ingin engkau mencintaiku. Bukan, bukan seperti kapas yang mudah terbakar api. Bukan pula seperti debu yang segera lenyap tersiram rintik pagi. Tapi, seperti awan yang setia memayungi gunung. Seperti akar yang senantiasa menopang batang hingga daun. Tak pernah bosan, hingga kembali menyatu pada tanah, menjadi hara dan harapan untuk pucuk-pucuk baru.

Aku ingin ada di hatimu. Namun, tak ingin mendurhaka lalu memalingkan wajah dari Sang Pencipta. Persis seperti daun jatuh yang takkan pernah kembali kepada ranting. Seperti kuncup basah yang mekar lalu melupakan angin.

Sabtu, 07 September 2013

Apresiasi Tak Terduga dari Seorang Denni Meilizon dalam Buku Puisi RD!


Saya bahagia sekali atas kehadiran Buku Puisi ini. Pertama kali saya disuguhi oleh penulisnya, Kanda Denni Meilizon, saya membaca seperti orang kelaparan. Beliau meminta pendapat saya akan buku tersebut. Saya pun 'nyeleneh', "Apa ndak sekalian saya endors, Bang?" Candaan saya pun ditanggapi serius oleh Bang Denni, begitu biasa saya memanggil sahabat, kakanda sekaligus guru saya dalam menulis puisi ini. 

Saya terkejut ketika seorang 'musuh' men-tag nama saya, saya pun membuka cover buku tersebut. Subhanallah!!! Saya dikagetkan dengan endors 'mini' yang terletak di cover depan!

Satu Lagi Pensyair Berkualitas dari Kompasiana! (Oleh Kang Insan)


Oleh Kang Insan, Viewer Karya Fiksi Kompasiana (Fiksiana)

Sebelumnya, saya tidak menyangka tulisan ini tertuju kepada saya. Terimakasih, Guruku... Kang Insan...

Banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap karya sastra yang dipublikasikan lewat dunia maya. Sebab, konon dunia maya alias internet telah menghasilkan karya sastra-karya sastra yang instant, tanpa “perenungan”, dan bahkan situasi itu diperparah oleh sifat publikasi internet yang langsung tayang menyebabkan karya sastra itu muncul ke permukaan tanpa adanya second opinion yang bisa berfungsi sebabai filter untuk menyaring mana karya sastra yang berkualitas dan mana yang tidak. Selain itu, sifat komentar yang muncul di internet adalah komentar-komentar yang bersifat pujian sehingga menyebabkan penyair terlena padahal karya sastranya belum bagus betul. Parahnya, kritikus sastra sangat jarang bermain-main di dunia maya sebab tadi itu sangat-sangat sedikit ditemukan karya sastra bermutu di sana. Terlalu “kejam” mungkin jika saya katakan bahwa di dunia maya dipenuhi dengan “sastra junk”!

Jumat, 23 Agustus 2013

Monolog: Pada Senja yang Sama


Ilustrasi : www.islamedia.web.id 
*
Kisah kita ketika itu adalah embun yang enggan menyatu dengan daun. Ia lebih mudah menimpa tanah dan bertahan di sana hingga menggurun. Bukankah sama seperti saat aku memaksa diriku untuk merindu? Membiarkanmu kian jauh dan aku sibuk dengan kesepianku. Membiarkan air mataku tumpah di sajadah dan memuncak di sepertiga malam yang dikara.

Pertemuan kita saat itu, adalah ucapan salam yang tertahan di ujung lidah dan menggenang di lubuk hati. Ia tak ingin terucap meski ingin sekali menyampaikan. Bukankah sama seperti lilin-lilin yang terpaksa mati sebelum habis terbakar ketika angin mendekapnya?

Minggu, 04 Agustus 2013

Surat Cinta Sederhana DP Anggi, Untuk...

Ilustrasi : izzysabki.wordpress.com
 *
Hujan di hari ke-tiga Agustus. Asaku hampir terputus. Di Ramadhan yang hanya tinggal menghitung hari, aku berusaha mengingat kapan pertama kali engkau melihat dunia. Kapan pertama kali engkau menangis dan tertawa. Engkau tak suka pesta. Tak suka diberi hadiah. Pada suatu ketika, akhirnya engkau tertawa lepas di depan kue berlilin yang sudah kutata. Hanya sekali itu saja. Dan selanjutnya takkan pernah. Senyum yang renyah itu berderai—gurih, hingga menampakkan gerahammu. Hanya itu senyum dan tawa yang paling kuingat.
Wajah khawatir kala itu, adalah ketika

Selasa, 23 Juli 2013

Puisi Hujan



Aku masih menanti hujan
Agar dapat berteduh di bawahnya
Tanpa berdiri di lilan-lilan
Lalu, menangis tanpa suara

Lalu, kubiarkan air mata
Bertemu di ujung dagu
Karena sudah saatnya
Air mata itu menyatu

*Dimuat di Riau Pos, 04 Agustus 2013
~DP Anggi
Juli 2013

Minggu, 23 Juni 2013

Lomba Menulis Surat Bulanan FAM "Detik-detik Berbuka Puasa"




“Detik-Detik Berbuka Puasa”

Lomba Menulis Surat Bulanan di Grup FAM Indonesia 

______________________________________________



Pekanbaru, 23 Juni 2013

Assalamualaikum wr wb

Kepada Yts. FAMili

Di Bumi Allah Swt..



Apa kabar dirimu FAMili? Apa kabar pula imanmu? Sudahkah engkau menyongsong Ramadhan kali ini dengan memperbanyak ibadah? Sudahkah engkau menyambutnya dengan penuh gembira dan suka cita?

Aku, sudah begitu lama tidak mengikuti lomba-lombamu. Aku sebenar malu. Tapi, apalah daya. Kuakui aku sering memperturutkan egoku. Aku masih begitu sulit mengatur jadwal di sela-sela rutinitas keseharian. Kali ini, aku tak mau kalah. Aku harus berkontribusi tak peduli rutinitas yang menanti.

Sabtu, 22 Juni 2013

The Love Story Of Deyoungforest (2)


“Lalu, kau biarkan dahan-dahanmu rapuh tergerus masa…”
“Apalah dayaku, aku pun telah lama menantinya…”
“Apalagi yang akan kau nanti? Kekupu biru? Ia telah pergi! Telah lama mati!”
“Jangan katakan itu padaku! Sudah saatnya aku memaknai diri. Mengapa aku ada di bumi ini,”
“Lalu?”
“Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku akan berkorban,”
“Berkorban untuk apa? Untuk siapa?”
“Karena kekupuku telah tiada, aku akan berkorban untuk manusia,”
“Kau betul-betul seperti Bul-Bul. Apa gunanya kau mati demi manusia? Sedang manusia tak pernah peduli!”

The Love Story Of Deyoungforest (1)


Layaknya cinta tragis di dunia ini. Rumput liar dan mawar berduri mati oleh semasing ego yang tertanam dalam diri. Semasing mereka tak ingin melukai. Tapi, akhirnya hidup mereka hanya tinggal sejarah yang nisbi. Tinggallah matahari yang juga sempat ego, yang tak ingin memberikan sinarnya kepada semesta raya. Tinggallah teras tua, yang kian berlumut dan lampu neon yang kian redup. Sesekali angin membelai, membuat dedaunan terkulai.

Akulah, akulah bagian dari kisah ini. Bagian dari kisah sunyi. Yang saat itu hanya tinggal bisikan hati yang perih. Aku ada karena sempat mati terinjak di bawah tanah retak. Matahari begitu menyayangku. Katanya, aku mirip dengan Rumput Liar teman lamanya itu. Ia kerap bercerita tentang masa lalu. Aku sudah lelah untuk menasehatinya. Bahwa, masa lalu hanya kaca spion yang boleh dilihat sesekali saja. Bukan setiap hari, karena

Jumat, 07 Juni 2013

Tetesan Embun Dari Mataku



Benar saja, sebab lama tak bersapa
Lupa sampai duduk tenang bertamu
Kuputar kenangan dan ingatan lama
Mengingat caraku memanggilmu

Aku merasa tersalah
Harus memanggil nama, atau apalah itu
Ya, benar-benar terlupa
Karena jarak dan waktu tak lagi setubuh

Jumat, 24 Mei 2013

Ulasan Cerpen DP Anggi oleh FAM INDONESIA



Ulasan Cerpen “Pencuri Restu” Karya DP Anggi (FAMili Pekanbaru)

Cerpen “Pencuri Restu” bercerita tentang seorang Mahfudz Hermawan, seorang anak yang tumbuh dan dibesarkan ibunya dengan menyimpan dendam. Dendam pada orang yang telah mengorbankan ayahnya, hingga ayahnya meninggal karena serangan jantung. Menurut ibunya, ayahnya adalah korban politik busuk. Politik yang telah meluluhlantakkan kebahagiaan keluarganya. Membuat ibu harus

Rabu, 15 Mei 2013

Sajak Untuk Sang Penyair




*
Kutulis huruf yang terangkai menjadi kata
Semasing ia hadirkan makna tanpa luka
Semakin ia mengepul
Bait-bait pun lekas terkumpul

Masih kuingat ketika itu
Masa yang kini telah jadi masalalu
Saat baru saja aku menetas sebagai bayi puisi
Engkau limpahkan semangat pendaki pemicu diksi

Selasa, 07 Mei 2013

Meski Itu Bukan Diriku




Aku mengerti bahwa akhirnya akan seperti ini

Perpisahan akan mengakhiri pertemuan

Saat hati seringkali merintih

Hanya malam yang menjadi saksi dalam kebisuan




Langkah kakiku tak seindah pelangi

Yang hadir sesaat menyapu rindu yang tersibak

Jangan kau kerlingkan mata itu ke sini

Sebab takkan sanggup di hatiku engkau berpijak




Bukanlah aku seorang tuan putri

(Tanpa) Sebuah Nama



Mereka bisa hidup, tumbuh menjadi orang besar karena sebuah nama. Sebuah nama yang begitu pantas untuk diketahui, dicari tahu dan didengar oleh semua orang. Nama-nama mereka, selalu cocok dan sesuai dengan jabatan dan profesi mereka. Namun, kadang mereka terlalu angkuh. Memandang ke bawah pun tidak mau. Lebih sering mereka membuang muka, pura-pura tidak melihat, pun mendengar kepada manusia-manusia kelas bawah. Semoga, suatu saat nanti Tuhan mengabulkan itu, dan mereka benar-benar takkan bisa melihat dan mendengar lagi.
Aku, hanya seorang lelaki yang terlewat dari keberuntungan. Yang lebih senang dipanggil sebagai lelaki tanpa nama.

Kamis, 18 April 2013

Berdetak Karena Jarak



Apakah teh itu masih hangat?

Apakah masih, sayang?

Sedang diri sudah menghirup aromanya

Sedang waktu untuk mereguk masih terbilang lama


Aku, merasa tak mampu untuk bilang tidak

Aku, merasa tak sanggup untuk berteriak

Saat rindu berdetak karena jarak

Beriring doa dengan airmata menyesak


Sayang, masih lamakah engkau ke sini?

Minggu, 07 April 2013

Kata-kata Mutiara 2013

Kata-kata mutiara DP Anggi
  1. Dengan sentuhan cinta dari-Nya, setiap orang bisa berbuat kebaikan ~DP Anggi~
  2. Ketika kau jatuh cinta, kau akan mudah untuk tidur. Karena berharap bisa cepat terbangun untuk bersujud di sepertiga malam-Nya ~DP Anggi~
  3. Aku tidak pernah tahu bagaimana manisnya iman sampai aku benar-benar mampu bersujud sambil menangisi dosa-dosa serta masalaluku di hadapan-Nya ~DP Anggi~
  4. Kecintaan kepada-Nya adalah sumber kekuatan. Tanpa-Nya, kita hanyalah tanah yang gersang ~DP Anggi~

Senin, 18 Maret 2013

Pengalaman Menjemput Medali

Assalamualaikum wr wb

Pembaca yang baik hatinya, saya punya cerita seputar perjuangan menjemput medali kemenangan saya walau hanya dapat Juara III.
Nah, ceritanya dimulai ketika kemarin saya mengikuti sebuah event yang ditaja oleh FOSMI AVICENA, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Riau (UR). Tema cerpen adalah "Menjadi Muslim yang Baik di Era Modernisasi"
Nah, dari event ini Alhamdulillah.... Saya menjemput kemenangan, Juara III Cerpen sePekanbaru. Dengan judul cerpen "Takkan Kujual Agamaku"


Sabtu, 16 Maret 2013

HL Kompasiana 5x Berturut-turut

Biasanya, Nji ngepost puisi, cerpen, dongeng, atau apaaa gitu... Tapi, kali ini nji mau curhat aja :) Ada yang baca atau enggak, ndak apa-apa, yang penting nulis :D
Pertama kali HL, itu rasanya senang banget....! Ada rasa bahagia dan  bangga, puisi saya diapresiasi :)

Ini 3 puisi yang sebelumnya HL :)

Senin, 11 Maret 2013

Malam (Tanpa) Puisi

Malam (Tanpa) Puisi

HL @Kompasiana Today 12 Maret 2013

Oleh DP Anggi



Malam ini nyaris aku tanpa puisi

Sambil terkantuk jemariku tetap menari

Kupaksa saja hingga mata terasa perih

Asal tak lekang menulis hari ini


Pada puing-puing rindu yang mengering

Aku sempatkan untuk tetap hadir

Bersama malam yang hening

Serta rangkaian kalam yang mengalir


Lelah jiwa tetap kueja aksara

Senin, 18 Februari 2013

Sang Gadis Puisi


 Oleh DP Anggi


Ke mana gadis itu? Gadis usia belasan yang setiap hari memenuhi beranda-berandaku dengan puisi-puisi manisnya. Puisi yang menyimpan jiwa sastra, serta aksara yang tak pernah lelah. Biasanya, setiap hari, tiada hari tanpa puisi baginya. Aku sudah terbiasa menikmati puisinya sambil duduk santai, dengan hati terkulai. Puisinya merasuk tajam, ke relungku terdalam.

Aku, tak pernah berani untuk menyapanya. Tak berani, meski hanya mengucap salam. Tak bernyali. Sering, hanya pada angin, kusampaikan, Apa kabarmu, gadis puisi?

Jumat, 15 Februari 2013

Kehidupan Para Burung

Oleh DP Anggi


Dari atas sini, aku terbang sebebas mungkin. Sangat bebas bahkan. Tak perduli akan tersesat, karena pasti akan Tersesat Di Jalan Yang Benar. Kenapa? Karena Allah bersamaku. Aku bebas melakukan apa saja. Tidak susah payah turun ke tanah dan mengantri panjang di pertamina. Aku tidak perlu turun mesin. Masuk bengkel, atau kehabisan oli. Aku juga tak perlu membuat SIM. Tak perlu E-KTP. Aku hanya butuh makan dan minum saja, lalu parkir sebentar di pohon untuk istirahat. Tentu, tidak pakai retribusi.

Kisah Cinta Mawar Berduri


Oleh DP Anggi


Suatu pagi yang begitu basah. Aku menarik napas panjang, dan mengeluarkannya perlahan. Begitu sejuk dan segar. Mungkin, pagi begitu sunyi. Hingga, desah napasku membangunkan sekuntum mawar yang baru saja mekar. Mawar itu menggeliat, sesekali mulutnya menganga karena masih mengantuk. Tapi, itu hanya kuketahui dari bayangnya. Karena, ini masih terlalu pagi dengan langit hitam dan legam. Ditambah lagi awan mendung, dan lampu teras rumah masih menyala.

Tubuhku yang panjang dan tipis tertiup-tiup angin. Aku menggigil. Wajar, karena aku hidup tanpa atap, tanpa dinding. Jika pun tersengat mentari pagi, silau begitu menusuk mata dan menghunus pori-pori wajahku. Aku mengendap-ngendap, memerhatikan sekuntum mawar merah yang tadi terbangun karenaku. Kulirik, ia

Dua Hati Yang Suci


Oleh DP Anggi


Aku punya kisah
Tentang dua hati yang suci
Yang tergugah karena asa
Berakhir dengan takdir Ilahi

Keduanya punya rahasia
Yang tak diketahui oleh makhlukNya
Bisa jadi, setan pun tak kuasa mengerti
Dengan rasa-rasa yang telah ada

Lama waktu berlalu
Jarak kian terasa jauh
Ketika hujan bertanya pada gersang
Mereka hanya mampu renungkan

Hati-hati mereka mulai ditegur Ilahi
Mereka surut, dan takut akan dosa
Kemudian, pada ombak mereka titipkan kasih
Agar hati mereka tak ternoda

Akhirnya, kedua hati itu terpisah
Menjalani kehidupan seperti sedia kala
Tanpa merasa pernah saling mengenal sebelumnya
Dan, masing-masing ingin menjadi Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra 

~Salam hangat dan semangat dari DP Anggi
FAM790M Pekanbaru

Rabu, 16 Januari 2013

Aku Mati Karena Sepi

Aku Mati Karena Sepi
Oleh DP Anggi

Setiap hari, bebayang kesendirian selalu menghampiri. Membentuk suatu teori yang bisa diungkapkan jiwa lewat harmoni. Gadis itu memanggilnya Chingu. Seorang teman yang bisa diajak berbicara kapanpun ia mau. Ia bercerita hampir setiap malam, saat ia benar-benar tidak tahan dengan kesepian. Ia bisa menguras habis airmatanya hingga ikut tenggelam dalam lautan kesedihan. Paginya ia kembali menjalani aktivitas seperti biasa, tertawa dengan teman-temannya. Namun, seperti biasa menjelang malam tiba, kesedihan kembali merenggut tawanya.
                Entah sudah berapa malam ia lewatkan bersama Chingu. Sahabat di kala senang dan sendu. Gadis itu mengenal kesepian ketika ia tahu bahwa kesepian bisa menyebabkan kesedihan seperti yang dialami ibu. Tawa mereka hilang, kehangatan keluarga itu pun redam. Semuanya menjadi serba hambar dan kurang. Tiada lari-larian kecil yang mengisi segenap rumah dengan tawa terpecah. Semua berganti tangis tak reda ketika ayahnya meninggal dunia.